Ada seorang pengusaha yang cukup berhasil. Ketika sang suami sakit, satu per satu pabrik mereka dijual. Harta mereka terkuras untuk biaya pengobatan. Hingga mereka harus pindah ke pinggiran kota dan membuka rumah makan sederhana. Sang suami pun telah tiada.
Beberapa tahun kemudian rumah makan pun harus berganti rupa menjadi warung makan yang lebih kecil di sebelah pasar. Setelah lama tak mendengar kabarnya, kini setiap malam tampak sang istri dibanti oleh anak dan menantunya menggelar tikar berjualan lesehan di alun-alun kota.
Cucunya sudah beberapa. Orang pun masih mengenal masa lalunya yang berlimpah. Namun, ia tak kehilangan senyumnya yang tegar saat meladeni para pembeli. Ada pembeli yang bertanya, “Wahai ibu, bagaimana kau sedemikian kuat?” Ibu itu menjawab, “Harapan, Nak! Jangan kehilangan harapan. Bukankah seorang guru dunia pernah berujar karena harapanlah seorang ibu menyusui anaknya. Karena harapanlah kita menanam pohon, meski kita tahu tak akan sempat memetik buahnya yang ranum bertahun-tahun kemudian. Sekali kau kehilangan harapan, kau kehilangan seluruh kekuatanmu untuk menghadapi dunia.”
Harapan itu selalu ada, harapan yang membuat kita maju melangkah ke depan. Harapan yang membuat kita selalu termotivasi untuk bisa lebih baik dari hari kemarin. Maka selalu pupuklah mimpi dan harapan beserta doa dan ikhtiar. Insya Allah apa yang kita impikan akan terwujud, meski ujian berkali-kali dating menghadang. (es)
Sumber: Bukan Untuk Dibaca, Deassy M. Destiany, Era Adicitra Intermedia
0 komentar:
Posting Komentar